Sabtu, 14 Februari 2015

Desa Wisata Penglipuran Kearifan Lokal




Bali memang mengagumkan. Selalu ada hal yang patut untuk diceritakan tentang Bali. Senantiasa ada adat dan budaya Bali yang layak untuk diangkat dan sayang untuk dilewatkan.  Salah satunya adalah Desa Penglipuran. Kebetulan kunjungan 3 hari ke Bali kemarin sempat beranjang sana ke sana.
Desa Penglipuran merupakan salah satu desa di Bali yang sampai saat ini masih memegang teguh budayanya. Jika kita ingin melihat kawasan permukiman adat yang tertata dengan rapi dan sangat konseptual, Penglipuran lah tempatnya. Jika ingin mengenal konsep permukiman yang sangat kental dengan kearifan lokal, Penglipuran lah salah satu yang layak dituju. Tidak heran jika desa ini sering dijadikan lokasi tujuan bagi para mahasiswa arsitektur atau perencanaan perkotaan sebagai salah satu objek kunjungan studinya. Tentunya selain sebagai obyek wisata yang ramai dikunjungi oleh wisatawan baik domestik maupun mancanegara.
Desa Penglipuran masuk dalam wilayah administrasi Kelurahan Kubu, Kabupaten Bangli. Letaknya di jalan utama Kintamani – Bangli. Kata “Penglipuran” berasal dari kata “Pengeling Pura”. Artinya, tempat suci untuk mengenang para leluhur. Jaraknya sekitar 45 km dari Kota Denpasar. Desa  Penglipuran memiliki luas sekitar 112 Ha., yang terdiri dari tegalan, hutan bambu, permukiman, dan beragam fasilitas umum seperti pura, sekolah, dan fasilitas umum lainnya. Berada di perbukitan dengan ketinggian berkisar 700 m dpl, menjadikan Panglipuran sebagai kawasan yang cukup sejuk.
Memasuki kawasan Desa Penglipuran, kita sudah dihadapkan pada konsep permukiman yang ramah lingkungan. Dengan tegas kawasan Penglipuran tidak memperkenankan mobil maupun kendaraan bermotor lainnya memasuki kawasan. Seluruh kendaraan bermotor hanya dapat mencapai pelataran parkir yang disediakan di depan kawasan.
Karena telah ditetapkan sebagai desa wisata, untuk memasuki Desa Penglipuran, harus membayar tiket masuk. Tapi tidak perlu khawatir, tidak terlalu mahal. Wajar saja. Sangat wajar jika dibandingkan dengan kekaguman akan keasrian permukiman yang tertata apik dan terpelihara dengan baik yang bisa kita nikmati.


Penataan fisik bangunan dan pola penataan kawasan di Desa Wisata Penglipuran sangat kental dengan budaya Bali yang tetap dipegang teguh oleh masyarakatnya. Budaya yang berlaku turun temurun. Nuansa tradisional Bali sangat terasa. Terdapat jalan utama yang membelah desa dengan deretan gerbang/pintu masuk menuju rumah-rumah. Pintu masuk ke tiap rumah didesain dengan bentuk yang sama, biasa disebut angko-angko. Pintu sengaja dibuat tidak terlalu lebar dengan maksud agar tidak dapat dilalui oleh motor. Tiap gerbang ditempeli tulisan keterangan tentang nama pemilik rumah dan anggota keluarga.
Jalan utama terus menanjak, disertai undakan-undakan dan di ujungnya terdapat pura. Jalan-jalan di lingkungan perumahan terbuat dari batu alam yang dihiasi rumput di sepanjang kanan dan kiri jalan. Deretan pohon kemboja tidak ketinggalan memunculkan nuansa khas Bali.
Selain suasananya yang asri dan sangat mengagumkan, penduduk desa juga sangat ramah terhadap setiap tamu yang datang. Sempat memasuki beberapa rumah yang ada, mereka menyapa dengan ramah, “Silakan masuk Bu, lihat-lihat di dalam”. Mereka dengan ramah berusaha menjelaskan tentang Desa Wisata Penglipuran. Di dalam rumah yang dikunjungi ternyata kita dapat menemukan beberapa pengrajin yang sedang membuat beragam kerajinan khas Bali. Belum sempat bertanya, mereka sudah menjelaskan, “Kami hanya diperbolehkan untuk berjualan di dalam area rumah masing-masing, tidak diperbolehkan jualan di sepanjang jalan utama”. Ternyata konsep itu pula yang membuat kawasan tertata dengan apik.
Desain rumah dibuat hampir sama, yaitu menggunakan konsep rumah tradisional khas Bali atau rumah adat Bali. Tiap rumah memiliki bagian-bagian rumah yang dibangun terpisah. Terdiri dari beberapa bangunan yang berdiri sendiri, walau letaknya tidak berjauhan. Masing-masing rumah terdiri dari bangunan rumah utama, bale-bale, dapur, jineng untuk lumbung padi, dan tempat suci untuk pemujaan. Terdapat pula konsep/pakem yang harus ditaati. Misal tentang arah dan lokasi dari masing-masing bangunan. Sangat menarik. Istimewanya, setiap rumah dipastikan terdapat tempat pemujaan berupa pura mini.



Di ujung jalan utama terlihat pura yang merupakan landmark  kawasan. Sebuah pura yang menjadi pusat aktivitas keagamaan masyarakat Desa Penglipuran. Seperti desa adat lainnya, banyak ritual keagamaan yang terselenggara di sana. Ada pula ritual yang dilakukan setiap hari.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar