Bali memang mengagumkan. Selalu ada hal
yang patut untuk diceritakan tentang Bali. Senantiasa ada adat dan budaya Bali
yang layak untuk diangkat dan sayang untuk dilewatkan. Salah satunya
adalah Desa Penglipuran. Kebetulan kunjungan 3 hari ke Bali kemarin sempat
beranjang sana ke sana.
Desa Penglipuran
merupakan salah satu desa di Bali yang sampai saat ini masih memegang teguh
budayanya. Jika kita ingin melihat kawasan permukiman adat yang tertata dengan
rapi dan sangat konseptual, Penglipuran lah tempatnya. Jika ingin mengenal
konsep permukiman yang sangat kental dengan kearifan lokal, Penglipuran lah
salah satu yang layak dituju. Tidak heran jika desa ini sering dijadikan lokasi
tujuan bagi para mahasiswa arsitektur atau perencanaan perkotaan sebagai salah
satu objek kunjungan studinya. Tentunya selain sebagai obyek wisata yang ramai
dikunjungi oleh wisatawan baik domestik maupun mancanegara.
Desa Penglipuran masuk
dalam wilayah administrasi Kelurahan Kubu, Kabupaten Bangli. Letaknya di jalan
utama Kintamani – Bangli. Kata “Penglipuran” berasal dari kata “Pengeling
Pura”. Artinya, tempat suci untuk mengenang para leluhur. Jaraknya sekitar 45
km dari Kota Denpasar. Desa Penglipuran memiliki luas sekitar 112 Ha.,
yang terdiri dari tegalan, hutan bambu, permukiman, dan beragam fasilitas umum
seperti pura, sekolah, dan fasilitas umum lainnya. Berada di perbukitan dengan
ketinggian berkisar 700 m dpl, menjadikan Panglipuran sebagai kawasan yang
cukup sejuk.
Memasuki kawasan Desa Penglipuran, kita
sudah dihadapkan pada konsep permukiman yang ramah lingkungan. Dengan tegas
kawasan Penglipuran tidak memperkenankan mobil maupun kendaraan bermotor
lainnya memasuki kawasan. Seluruh kendaraan bermotor hanya dapat mencapai
pelataran parkir yang disediakan di depan kawasan.
Karena telah ditetapkan
sebagai desa wisata, untuk memasuki Desa Penglipuran, harus membayar tiket
masuk. Tapi tidak perlu khawatir, tidak terlalu mahal. Wajar saja. Sangat wajar
jika dibandingkan dengan kekaguman akan keasrian permukiman yang tertata apik
dan terpelihara dengan baik yang bisa kita nikmati.
Penataan fisik bangunan dan pola
penataan kawasan di Desa Wisata Penglipuran sangat kental dengan budaya Bali
yang tetap dipegang teguh oleh masyarakatnya. Budaya yang berlaku turun
temurun. Nuansa tradisional Bali sangat terasa. Terdapat jalan utama yang
membelah desa dengan deretan gerbang/pintu masuk menuju rumah-rumah. Pintu
masuk ke tiap rumah didesain dengan bentuk yang sama, biasa disebut
angko-angko. Pintu sengaja dibuat tidak terlalu lebar dengan maksud agar tidak
dapat dilalui oleh motor. Tiap gerbang ditempeli tulisan keterangan tentang
nama pemilik rumah dan anggota keluarga.
Jalan utama terus
menanjak, disertai undakan-undakan dan di ujungnya terdapat pura. Jalan-jalan
di lingkungan perumahan terbuat dari batu alam yang dihiasi rumput di sepanjang
kanan dan kiri jalan. Deretan pohon kemboja tidak ketinggalan memunculkan
nuansa khas Bali.
Selain suasananya yang
asri dan sangat mengagumkan, penduduk desa juga sangat ramah terhadap setiap
tamu yang datang. Sempat memasuki beberapa rumah yang ada, mereka menyapa
dengan ramah, “Silakan masuk Bu, lihat-lihat di dalam”. Mereka dengan ramah
berusaha menjelaskan tentang Desa Wisata Penglipuran. Di dalam rumah yang
dikunjungi ternyata kita dapat menemukan beberapa pengrajin yang sedang membuat
beragam kerajinan khas Bali. Belum sempat bertanya, mereka sudah menjelaskan,
“Kami hanya diperbolehkan untuk berjualan di dalam area rumah masing-masing,
tidak diperbolehkan jualan di sepanjang jalan utama”. Ternyata konsep itu pula
yang membuat kawasan tertata dengan apik.
Desain rumah dibuat
hampir sama, yaitu menggunakan konsep rumah tradisional khas Bali atau rumah
adat Bali. Tiap rumah memiliki bagian-bagian rumah yang dibangun terpisah.
Terdiri dari beberapa bangunan yang berdiri sendiri, walau letaknya tidak
berjauhan. Masing-masing rumah terdiri dari bangunan rumah utama, bale-bale,
dapur, jineng untuk lumbung padi, dan tempat suci untuk pemujaan. Terdapat pula
konsep/pakem yang harus ditaati. Misal tentang arah dan lokasi dari
masing-masing bangunan. Sangat menarik. Istimewanya, setiap rumah dipastikan
terdapat tempat pemujaan berupa pura mini.
Di ujung jalan utama
terlihat pura yang merupakan landmark kawasan. Sebuah pura yang
menjadi pusat aktivitas keagamaan masyarakat Desa Penglipuran. Seperti desa
adat lainnya, banyak ritual keagamaan yang terselenggara di sana. Ada pula
ritual yang dilakukan setiap hari.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar